Kejahatan Atas Nama Negara ?

Menu Atas

Cari Berita

Advertisement

Kejahatan Atas Nama Negara ?

Kamis, 29 September 2016





Oleh: Dedi Ermansyah





Akhir-akhir ini tindakan represif aparat polisi terhadap masyarakat marak terjadi, seperti yang terjadi beberapa minggu lalu, tepatnya pada tanggal 24 Desember 2014, Polisi melakukan penyerangan dan menembak warga di kelurahan tanjung secara membabi buta hingga menewaskan seorang warga dan 30 Orang lainya mengalami luka tembak.





Penyerangan aparat polisi tersebut, diindikasikan sebagai unsur balas dendam aparat polisi terhadap warga tanjung karena salah satu anggota aparat polisi terkena anak panah dari warga tanjung, saat menengahi konflik dua kelurahan di Bima, Kelurahan Dara dan tanjung sebelumnya.





Aparat kepolisian, dalam hal ini Brigade Mobil (Brimob) yang berjumlah sekitar dua kompi masuk ke perkampungan warga dan menyerang warga secara membabi buta. Brimob menembak kearah warga yang menjalankan aktifitas dan menembak siapa saja yang mereka temukan, tampa melakukan identifikasi terlebih dahulu. Sehingga mengakibatkan trauma psikologis warga.


Anak-anak jadi korban


Dari sejumlah korban penembakan Brimob tersebut, terdapat 5 korban anak-anak yang relatif usianya masih dibawah umur, diantaranya Andi panca 11 tahun, Asraf 14 tahun, Akbar Tauhid 13 tahun, Doni 13 tahun, dan Deni 13 tahun. Anak-anak tersebut ditembak dengan jarak dekat diarah lutut, paha, punggung, selain ditembak anak-anak tersebut juga dipukuli dengan menggunakan senjata diarah kepala, hingga bocor. Anehnya, anak-anak yang ditembak tersebut dalam keadaaan sedang bermain game di sebuah stasiun permainan (Playstation).





Tindakan polisi yang menembak anak-anak dibwah umur tersebut tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun, apalagi dengan alasan bahwa brimob tidak bisa membedakan anak-anak dan orang dewasa. Sungguh alasan yang sangat tidak logis, mana mungkin tidak bisa membedakan anak yang berumur 11 tahun dengan orang yang sudah berumur 18 tahun.





Dengan melihat apa yang sudah dilakukan aparat kepolisian tersebut, maka jelas telah melanggar aturan Negara dan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1, yang disebut anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Pasal 15 Poin B. C, D, dan E yakni, Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari sengketa bersenjata, kerusuhan social, kekerasan, dan peperangan. Selanjutnya pada Pasal 16 (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. (3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Pasal 17 (1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk: a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. 





Melihat rentetan pasal-pasal pada undang-undang tersebut, maka jelas bahwa tindakan polisi melanggar hukum dan tidak bisa ditolerir dengan alasan apapun, Sebab anak-anak dilindungi oleh Negara dan tidak bisa ditindak secara kejam.





Kejahatan atas nama Negara?





Apakah tindakan represif aparat polisi termasuk tindakan kejahatan?, Menurut Dr. J.E. Sahetapy, Kejahatan (Crime) adalah setiap perbuatan yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh Negara.


Berangkat dari pengertian ini dan dikorelasikan dengan tindakan aparat polisi (Brimob) yang menyerang warga secara babi buta dan menembak anak-anak dibawah umur dapatlah dikatakan sebagai tindakan kejahatan (Crime) Karena sudah melanggar hukum negara dan bertindak sewenang-wenang (Inskonstitusional).





Tindakan represif aparat polisi (Brimob) tersebut, tidak hanya sekedar kejahatan (Crime). Melainkan dapat kita indikasikan sebagai kejahatan yang terorganisir (Organized Crime). sebab tidak mungkin anggota brimob dengan jumlah 2 kompi yang menyerang warga, tanpa adanya perintah dari pimpinan lembaga secara organisatoris. Tindakan aparat ini sangat kontradiktif dengan tugas yang seharusnya melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat bukan menembaki masyarakat apalagi anak dibawah umur, tanpa prosedur yang jelas.





Walaupun demikian pelanggaran HAM telah jelas dilakukan oleh aparat kepolisian, namun lagi-lagi tindakannya selalu benar, karena tindakan kejahatannya mengatasnamakan tugas Negara dalam menjaga stabilitas. Para pelaku pelanggar konstitusi dan HAM ini bukan malah dihukum, tapi justru kenaikan jabatan dan pangkat, karena sudah dianggap berprestasi dalam menjalankan tugas negara.





Jika tindakan diluar hukum (Inkonstitusional) terus dilakukan oleh aparat dan lembaga kepolisian, bukan hal yang tidak mungkin Lembaga kepolisian dibubarkan oleh rakyat. Negara ini menganut system demokrasi, rakyat menjadi tumpuan kekuatan dan kedaulatan, ketika rakyat bosan dan tidak butuh lagi dengan insrumen keamanan yang ada saat ini. Maka sah-sah saja menggantikan atau bahkan membubarkannya.





Sebelum jalan pintas itu dilakukan oleh rakyat, maka Lembaga kepolisian secara keseluruhan harus dievaluasi dan membenahi diri serta berhenti brtindak diluar kode etik dan melanggar konstitusi kepolisian.





Tulisan ini pernah dipublikasikan di: Harian Lombok Post, Buletinsia.com, dan Mataramnews.com





Baca disini: http://www.buletinsia.com/pemikiran/kejahatan-atas-nama-negara